Desa Lubok Pusaka di Kecamatan Langkahan, Aceh Utara menjadi simbol kehancuran yang dialami oleh sejumlah komunitas di wilayah Aceh pasca banjir bandang yang menerjang beberapa hari terakhir. Hampir seluruh desa tersebut — diperkirakan hingga 95% — luluh lantak, dengan rumah-rumah, infrastruktur, dan lahan pertanian rusak parah.
Warga yang selamat kini tinggal di lokasi pengungsian darurat. Banyak di antara mereka kehilangan seluruh harta benda: rumah, sawah, bahkan dokumen penting. Kondisi ini diperparah oleh akses yang terputus akibat jalan dan jembatan rusak, serta ketiadaan layanan dasar seperti air bersih, listrik, dan layanan medis.
Di Kabupaten Nagan Raya, setidaknya 36 hektare sawah rusak, dan 1.975 hektare kebun masyarakat dilaporkan rusak berat. kurang dari 1.807 unit rumah warga terdampak — terdiri atas 487 rumah rusak berat, 283 rusak sedang, dan 1.043 rusak ringan. publik juga porak-poranda: puluhan sekolah, fasilitas kesehatan, kantor pemerintahan, rumah ibadah, dan jembatan mengalami kerusakan berat. Di wilayah terdampak lain seperti Aceh Tamiang, lebih dari 262.000 jiwa warga terpaksa mengungsi. Sebagian besar masih kesulitan mendapatkan air bersih dan kebutuhan dasar lainnya
Menurut data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total korban tewas akibat bencana banjir dan longsor di Sumatra — termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat — telah mencapai 914 jiwa (per 6 Desember 2025). Dari angka itu, Aceh menyumbang korban jiwa paling besar dibanding provinsi lain.
Selain korban jiwa, ribuan warga dilaporkan hilang atau masih dalam pencarian, banyak yang terjebak di tengah tumpukan lumpur, kayu, dan reruntuhan. Di sejumlah lokasi, warga memilih “bertahan hidup” dengan air yang terkontaminasi, rawan penyakit.
Salah satu rumah sakit di Aceh Tamiang bahkan dilaporkan lumpuh total — alat medis rusak, stok obat habis, banyak pasien tidak tertangani
Menanggapi bencana ini, pemerintah daerah di Aceh telah menetapkan status darurat bencana selama 14 hari, sejak 28 November hingga 11 Desember 2025. Langkah ini diambil untuk mempercepat koordinasi penanganan bencana di 14 kabupaten/kota terdampak.
Pemerintah pusat bersama instansi terkait juga mulai membuka kembali akses jalan dan jembatan yang terputus — prioritas utama agar bantuan, logistik, dan tim penyelamat bisa menjangkau daerah-daerah terisolasi.
Di sisi lain, kebutuhan dasar warga — seperti air bersih, makanan, pakaian, obat-obatan — tetap mendesak. Banyak korban masih tinggal di pengungsian yang jauh dari layak huni. Pemerintah dan lembaga kemanusiaan intensif melakukan distribusi bantuan, tapi rute akses sulit membuat penyaluran berjalan lambat
Dampak bencana tidak selesai saat air surut. Kehilangan rumah dan lahan pertanian berarti kehilangan mata pencaharian. Tanpa solusi cepat, puluhan ribu keluarga bisa kehilangan sumber pendapatan utama — pertanian dan perkebunan.
Sektor pendidikan juga terhenti di banyak daerah: puluhan sekolah rusak, ujian harus ditunda, aktivitas belajar mengajar lumpuh sementara. Anak-anak dan remaja berada di masa krusial, namun harus menghadapi trauma dan ketidakpastian
Distribusi bantuan segera: air bersih, makanan, obat-obatan, pakaian — prioritas utama bagi korban yang masih di pengungsian.Percepatan rehabilitasi infrastruktur supaya akses, transportasi, dan distribusi bantuan bisa berjalan lancar.Dukungan jangka panjang: program pemulihan ekonomi bagi warga — bantuan modal, lahan baru, pekerjaan alternatif bila pertanian sulit dipulihkan.Perhatian terhadap pendidikan dan psikososial: trauma pasca-bencana perlu ditangani, sekolah perlu segera dibuka kembali atau difasilitasi alternatif agar anak-anak bisa melanjutkan belajar.Evaluasi penyebab & mitigasi jangka panjang: memperhatikan lingkungan, pengelolaan hutan dan kawasan rawan bencana supaya tragedi serupa tidak terulang.










